Minggu, 21 November 2010

ETIKA DALAM AUDITING(INDEPEDENSI,TANGGUNGJAWAB AUDITOR,KAP)

ETIKA DALAM AUDITING(INDEPEDENSI,TANGGUNGJAWAB AUDITOR,KAP)
Suatu ciri khusus dari para profesional adalah kesediaan mereka untuk menerima seperangkat prinsip-prinsip profesional dan prinsip-prinsip etika serta mengikuti prinsip-prinsip ini dalam segala urusan keseharian mereka, para profesional menghendaki untuk menimbang secara berhati-hati, implikasi dari aksi-aksi alternatif dan mengatur diri mereka sendiri dalam sebuah kebiasaan yang tidak hanya sesuai dengan peraturan tetapi juga layak.
TREN-TREN ETIKA DALAM MASYARAKAT KITA
Kode etik yang dijalankan oleh profesional sangat dinilai tinggi dalam masyarakat kita. Kode
aturan, kode etika, dan aturan hukum melengkapi keluasan bukti dari nilai-nilai tersebut.
KONSEP UMUM ETIKA

Definisi etika sebagaiamana yang ditemukan dalam American Iteritage Dictionary adalah suatu studi tentang pembawa umum dari moral dan adari pilihan-pilihan moral yang spesifik yang dibuat oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.

Hal yang pertama standar-standar etika pribadi menghendaki adanya suatu berkomitmen etika yaitu suatu keteguhan hati untuk bertindak sesuai etika. Selanjutnya kita harus memiliki suatu kemampuan untuk mengamati implikasi-implikasi etika dari sebuah situasi.
MODEL UMUM UNTUK MEMBUAT KEPUTUSAN BERETIKA
Berikut adalah model yang digunakan oleh seorang CPA dalam pekerjaan mereka:
1. Mengumpulkan /mengidentifikasi semua fakta-fakta yang relevan tentang situasi yang

menimbulkan isu etika dan membuat suatu kebutuhan untuk suatu keputusan beretika.
2. Memikirkan individu-individu/kelompok-kelompok yang akan terkena dampaknya.
3. Memikirkan akibat-akibat alternatif dai suatu tindakan.
4. Memikirkan hasil-hasil yang mungkin sebagai konsekuensi yang diakibatkan tindakan tersebut.
5. Membandingkan akibat-akibat tindakan tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan etika yang
timbul.
6. Memilih suatu alur aksi diantara alternatif-alternatif tersebut.
KODE ETIKA PROFESIONAL DALAM PROFESI AKUNTAN
Kode ini menjelma dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang

ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh CPA kepada publik.
1. CPA harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
2. CPA harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
3. CPA harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka
kepada publik.
PRINSIP-PRINSIP KODE ETIKA PERILAKU PROFESIONAL
Prinsip-prinsip aturan perilaku profesional mengandung 7 cakupan umum.
1. Suatu pernyataan dari maksud prinsip-prinsip tersebut.

Banyak dari kode etik AICPA yang dapat dilanggar tanpa harus melanggar hukum/peraturan. Alasan utama dari kode etik ini adalah menyemangati anggotanya untuk melatih disiplin diri di dalam/di luar hukum/peraturan.
2. Tanggung jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional CPA harus menggunakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktifitasnya. Sebagaimana disebutkan dalam bab I, CPA/akuntan publik melaksanakan suatu peran penting di masyarakat. Mereka bertanggung jawab, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung jawab profesi bagi sendiri.
3. Kepentingan publik
CPA wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan publik, menghormati kepercayaan
publik, dan menunjukkan komitmen serta profesionalisme. Salah satu tanda yang membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya kepada publik. CPA diandalkan oleh banyak unsur masyarakat, termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai, investor, dan komunitas bisnis serta keuangan. Kelompok ini mengandalkan obyektifitas dan integritas CPA untuk memelihara fungsi perdagangan yang tertib.
4. Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan karakteristik lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan kebutuhan memiliki integritas. Integritas menurut CPA bertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Integritas dapat mengakomodasi kesalahan akibat kurang berhati-hati dan perbedaan pendapat
yang
jujur,
akan
tetapi,
integritas
tidak
dapat
mengakomodasi
kecurangan/pelanggaran prinsip.
5. Obyektifitas dan independensi

Seorang CPA harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam praktek publik harus independent dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.
6. Kemahiran

Seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab profesional dengan sebaik- baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya. CPA akan memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pengalaman dimulai dengan menguasai ilmu yang disyaratkan bagi seorang CPA. Kompetensi juga menuntut CPA untuk terus belajar di sepanjang karirnya.
7. Lingkup dan sifat jasa

Seorang CPA yang berpraktik publik harus mempelajari prinsip kode etik perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. Dalam menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu jasa, anggota AICPA yang berpraktik publik harus mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku profesional CPA.
PERATURAN PERILAKU PROFESIONAL
Peraturan perilaku profesional lebih spesifik karena menunjukkan aksi dan hubungan CPA, dan
jika CPA tidak menaati/melanggar kode etik peraturan ini mengakibatkan sanksi dari AICPA.
BAGIAN 100-PERATURAN 101. INDEPENDENSI

Peraturan 101 mengenai independensi menyatakan “seorang CPA yang berpraktik publik harus independen dalam memberikan jasa profesional sebagaimana disyaratkan oleh standar resmi yang dikeluarkan oleh dewan.” Sebagaimana telah dibahas bab I, tidak peduli bagaimana kompetennya seorang CPA, pendapat CPA atas laporan keuangan akan berkurang nilainya bagi para pemakai kecuali CPA mempertahankan independensi. Peraturan 101 memasyaratkan independensi, telaah dan penugasan atestasi lainnya.
HUBUNGAN KEUANGAN-KEPENTINGAN KEUANGAN TIDAK LANGSUNG

Kepentingan keuangan tidak langsung yang material dapat mengurangi independensi. Kepentingan seorang CPA dapat mengurangi independensi jika memiliki kepentingan keuangan dalam suatu kesatuan yang memiliki suatu kepentingan keuangan terhadap klien audit.
HUBUNGAN KEUANGAN PINJAMAN DARI KLIEN AUDIT

Peraturan mengenai independensi melarang pinjaman ke/dari klien audit, akan tetapi pinjaman dari lembaga keuangan adalah dimaklumi dalam situasi tertentu jika pinjaman dibuat menurut persyaratan pinjaman normal.
HUBUNGAN KEUANGAN-TUNTUTAN HUKUM KLIEN
Independensi dapat berkurang jika seorang klien audit memulai atau berniat untuk mengajukan
tuntutan hukum terhadap kinerja audit CPA. Terdapat 2 ciri penting tentang audit:
1. Klien aaudit harus bersedia untuk mengungkapkan seluruh aspek dari operasi bisnis kepada auditor.
2. Sebaliknya, auditor harus obyektif dalam penilaian tearhadap hasil laporan keuangan.
HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-POSISI DENGAN KLIEN

Umumnya auditor akan independen jika mereka dihubungkan dengan audit klien sebagai karyawan, pegawai, direktur atau posisi yang sama selama periode penugasan profesional mereka atau pada waktu mengungkapkan suatu opini. Anggota dapat dihubungkan dengan laporan keuangan dari organisasi amal, keagamaan, atau yang memikirkan kepentingan umum jika mereka hanya direktur atau trustee (wali) honorer dari organisasi tersebut.
HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-JASA AKUNTANSI UNTUK AUDIT KLIEN

Di bawah kondisi tertentu auditor dapat memberikan jasa auditing dan pembukuan untuk klien yang sama. Satu alasan untuk membolehkan hubungan tersebut adalah bahwa auditor menilai kewajaran dari hasil keputusan operasi manajemen bukan kebijaksanaan dari keputusan. Syarat- syaratnya:

1. Klien harus menerima tanggung jawab atas laporan keuangan. Ketika diperlukan, auditor harus membantu kliennya untuk memahami masalah-masalah akuntansi secukupnya agar klien dapat menjalankan tanggnug jawabnya..

2. Auditor tidak boleh menjadi pegawai/manajemen. Ini berarti bahwa sebaiknya auditor tidak memberi kuasa atas transaksi, pemeliharaan atas harta klien atau kuasa penugasan pada kepentingan klien.
3. Ketika laporan keuangan disiapkan dari buku dan catatan yang dikelola oleh auditor, auditor
tersebut harus menaati standar audit yang berlaku umum.
HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-INDEPENDENSI AUDITOR DAN JASA KONSULTASI
MANAJEMEN

Seorang CPA tidak akan kehilangan independensinya saat melakukan jasa konsultasi manajemen untuk klien audit karena konsultasi manajemen tidak meliputi suatu pendapat tentang kewjaran dari suatu laporan keuangan.

Sumber : http://antonkalvin.blogspot.com/2010/11/etika-dalam-auditingindepedensitanggung.html
www.scribd.com
www.google.com

etika dalam akuntansi creative accounting, fraud auditing

Nama : Adityo Dwi Wijanarko
NPM : 20207046
Kelas : 4EB06

Etika Dalam Akuntansi Creative Accounting
Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dll.
Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).
Watt dan Zimmerman (1986), menjelaskan bahwa manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan digolongkan menjadi 3 buah hipotesis :
1. Bonus Plan Hyphotesis
Perilaku dari seorang manajer sering kali dipengaruhi dengan pola bonus atas laba yang dihasilkan. Tindakan yang memacu para manajer untuk mealkaukan creative accounting, seringkali dipengaruhi oleh pembagian besaran bonus yang tergantung dengan laba yang akan dihasilkan. Pemilik perusahaan umumnya menetapkan batas bawah, sebagai batas terendah untuk mendapatkan bonus. Dengan teknik seperti ini, para manajer akan berusaha menaikkan laba menuju batas minimal ini. Jika sang pemilik juga menetapkan bats atas atas laba yang dihasilkan, maka manajer akan erusaha mengurangi laba sampai batas atas dan mentransfer data tersebut pada periode yang akan dating. Perilaku ini dilakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut, manajer tidak akan mendapatkan bonus lagi.
2. Debt Convenant Hyphotesis
Merupakan sebuah praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikasi perjanjian hutang. Sikap yang diambil oleh manjer atas adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya degan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya.
3. Political Cost Hyphotesis
Sebuah tindakan yang bertujuan untuk menampilkan laba perusahan lebih rendah lewat proses akuntansi. Tindakkan ini dipengaruhi oleh jika laba meningkat, maka para karyawan akan melihat kenaikan aba tersebut sebagai acuan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kenaikan gaji. Pemerintah pun melihat pola kenaikan ini sebagai objek pajak yang akan ditagih.

FRAUD AUDITING
Pelaporan keuangan yang curang yaitu salah saji atau pengabaian jumlah atau pengungkapan yang disenagaja dengan maksud menipu para pemakai laporan keuangan.
caranya yaitu dengan cara:
1.pengabaian jumlah namun ini kurang lazim dilakukan
2.melebihsajikan laba yaitu dengan mengabaikan utang usaha dan kewajiban
3.merendahsajikan laba untuk mengurangi pajak penghasilan, membentuk cadangan laba untuk memperbesar laba diperiode mendatang, bisa berbentuk perataan laba, atau pengaturan laba.
penyalahgunaan aktiva sering dilakukan oleh para pegawai dan orang lain dalam organisasi, dilakukan pada tingkat hierarki organisasi paling bawah sampai manajeman puncak yang mempunyai kewenangan yang lebih besar atas aktiva organisasi.
kondisi-kondisi penyebab kecurangan menurut sas 99 adalah tekanan,kesempatan dan rasionalisasi atau yang lebih dikenal dengan fraud triangle.
pedoman bagi auditor dalam menilai resiko kecurangan menurut sas 99:
1. skeptisme profesional menurut sas 1 “auditor tidak mengasumsikan bahwa manajemen tidak jujur tetapi juga tidak mengasumsikan kejujuran absolute”
-pikiran yang selalu mempertanyakan
-evaluasi kritis atas bukti audit
2.sumber informasi untuk menilai resiko kecurangan
-komunikasi diantara tim audit
-pengajuan pertanyaan kepada manajeman
-faktor resiko
-prosedur analitis
-informasi lain
3.mengdokumentasikan penilaian kecurangan
-diskusi antar personel tim dll

pedoman mengidentifikasi 3 unsur untuk mendeteksi kecurangan:
1.budaya jujur dan etika yang tinggi
2.tanggung jawab manajemen untuk mengevaluasi resiko
3.pengawasan oleh komite audit

respon auditor terhadap resiko kecurangan:
1.mengubah pelaksanaan audit secara keseluruhan
2.merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk menangani risiko kecurangan.
3.merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk menangani pengabaian pengendalian oleh manajemen.
4.memutahirkan proses penilaian resiko

bidang resiko kecurangan ynag spesifik:
1.pendapatan dan piutang usaha.
2.persediaan
3.pembelian dan utang usaha
4.aktiva tetap dan beban penggajian

apabila dicurigai ada kecurangan, auditor akan mengumpulkan informasi tambahan dengan cara:
1.pengajuan pertanyaan
2.mengevaluasi respon atas pengajuan pertanyaan
3.menentukan kemungkinan adanya kecurangan dengan perangkat lunak untuk mencari pendapatan fiktif atau no faktur duplikat .

Sumber : www.google.com

GCG

Nama : Adityo Dwi Wijanarko
Npm : 20207046
Kelas : 4eb06

Good Corporate Governance
Corporate Governance dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan ‘pengendalian perusahaan’ atau ‘tata-kelola perusahaan’, atau ada juga yang menterjemahkan dengan ‘tata-pamong perusahaan’. Namun karena padanan bahasa Indonesia ini belum cukup baku, maka dalam tulisan ini sengaja digunakan istilah aslinya saja, yaitu Corporate Governance.
Tata-kelola atau governance memang lain dengan pengelolaan atau manajemen sebagaimana nanti dapat dilihat dari rumusan pengertian atau definisinya. Semua perusahaan membutuhkan suatu kerangka-kerja tata-kelola yang meliputi misi yang akan dicapai dan aturan-aturan serta konvensi yang jelas untuk pedoman pencapaian misi tersebut.
Pemicu Timbulnya Corporate Governance.
Timbulnya berbagai skandal besar yang menimpa perusahaan-perusahaan baik di Inggris maupun Amerika Serikat pada tahun 1980an berupa berkembangnya budaya serakah dan pengambilalihan perusahaan secara agresif lebih menyadarkan orang akan perlunya sistem tata-kelola ini. Bagaimanapun juga dalam suatu perusahaan selalu saja terjadi pertarungan antara kebebasan pribadi dan tanggung jawab kolektif, dan inilah sentral dari pengaturan yang menjadi obyek corporate governance. Suatu lembaga itu tidak mempunyai jiwa, sedangkan yang mempunyai adalah orang-orang yang bekerja di dalamnya, yang dipengaruhi oleh interaksi dalam mengejar kepentingan pribadi dan kepentingan bersama.
Selalu ada potensi konflik antara pemilik saham dan pimpinan perusahaan, antara pemilik saham majoritas dan minoritas, antara pekerja dan pimpinan perusahaan, ada potensi mengenai pelanggaran lindungan lingkungan, potensi kerawanan dalam hubungan antara perusahaan dan masyarakat setempat, antara perusahaan dan pelanggan ataupun pemasok, dan sebagainya. Bahkan besarnya gaji para eksekutif dapat merupakan bahan kritikan.
Pada tahun 1992 misalnya masyarakat industri otomotif Jepang mengkritik industri otomotif Amerika Serikat yang memberikan gaji terlalu tinggi pada para eksekutifnya. Bahkan ketika resesi pada tahun 1989, gaji mereka terus meningkat sebesar rata-rata 6,7% sedangkan nilai pemegang saham pada waktu yang sama merosot sebesar 9%. Untuk itu diperlukan suatu tata-kelola perusahaan yang jelas dan bertanggung jawab.
Tadinya faham corporate governance hanya berkembang di negara-negara berbahasa Inggris seperti Inggris dan Amerika, tetapi segera pula berkembang di negara-negara lain.
Dalam corporate governance selalu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Apakah aturan atau sistem tata-kelola sudah ada secara jelas, lengkap, dan tertulis ? Apakah aturan dan sistem yang sudah jelas tersebut dilaksanakan dengan konsisten atau tidak ? Kedua hal tersebutlah yang menentukan apakah sudah ada good corporate governance dalam suatu perusahaan.
Dewasa ini, corporate governance sudah bukan merupakan pilihan lagi bagi pelaku bisnis, tetapi sudah merupakan suatu keharusan dan kebutuhan vital serta sudah merupakan tuntutan masyarakat. Setiap tindakan memerlukan pertanggungjawaban, baik itu tindakan bisnis, tindakan dalam dunia olah raga dan sebagainya, bahkan juga tindakan dalam perang. Bagi Indonesia, good corporate governance dewasa ini merupakan salah satu persyaratan yang diminta oleh IMF yang harus diusahakan oleh Pemerintah Indonesia.
Elemen Corporate Governance.
Tidak ada model yang baku mengenai corporate governance, karena bisa sangat berbeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain, tergantung dari jenis organisasi, besar kecilnya organisasi, dan budaya organisasi. Di sisi ekstrim yang satu, ada jenis perusahaan publik di mana model corporate governancenya sangat dipengaruhi oleh peraturan yang ketat, sedangkan di lembaga keagamaan, sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan tradisi.
Namun ada semacam aturan atau elemen umum yang perlu dikembangkan oleh setiap bagian organisasi atau perusahaan yaitu sebagai berikut.
• Ada identitas untuk setiap bagian.
• Ada definisi dari tujuannya.
• Bagaimana tujuan tersebut dicapai.
• Kriteria keanggotaan atau kepemilikan.
• Bagaimana bagian tersebut diatur.
• Bagaimana bagian tersebut saling berhubungan.
• Bagaimana kinerja bagian tersebut diukur.
• Bagaimana pengaturan penghentian keanggotaan/kepemilikan.

Corporate Governance Modern
Cikal bakal corporate governance modern adalah apa yang dapat ditimba dari pengalaman skandal Watergate di Amerika Serikat. Sebagai hasil dari berbagai investigasi yang dilakukan oleh para penyidik, para legislator berkesimpulan bahwa rupanya terdapat tidak cukup pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pemberian kontribusi politik ilegal dan penyuapan pegawai pemerintah federal.
Pengalaman ini menyebabkan penyempurnaan Foreign and Corrupt Practice Act tahun 1977. Ini kemudian diikuti dengan usulan Securities and Exchange Commision Amerika Serikat pada tahun 1979 untuk mengharuskan pelaporan keuangan internal. Pada tahun 1985, setelah terjadi kegagalan bisnis oleh perusahaan keuangan yang sangat terkenal yaitu Savings and Loan, terbentuklah Komisi Treadway.
Tugas utama Komisi ini ialah mengidentifikasi sebab-sebab utama dari kesalahan interpretasi dari laporan keuangan dan memberikan rekomendasi untuk menghilangkan atau mengurangi kesalahan tersebut. Tahun 1987, Komisi Treadway mengeluarkan laporan yang berisi rekomendasi perlunya suatu lingkungan pengawasan yang mencukupi seperti komite audit independen dan obyektif, perlunya kriteria untuk audit internal, perlunya laporan keuangan yang diumumkan secara publik, dan sebagainya.
Sesuai dengan perkembangan di Amerika Serikat tersebut, di Inggris dibentuk COSO (Committee of Sponsoring Organisations). Laporan COSO pada tahun 1992 menyatakan suatu kerangka kerja pengawasan, yang sebetulnya sudah dikembangkan dalam empat laporan sebelumnya yaitu laporan Cadbury, Rutteman, Hampel dan Turnbull.

Sumber : www.google.com

etika bisnis

NAMA : ADITYO DWI WIJANARKO
NPM : 20207046
KELAS : 4EB06

ETIKA BISNIS :
Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Etika merupakan filsafat / pemikiran kritis dan rasional mengenal nilai dan norma moral yg menentukan dan terwujud dalam sikap dan pada perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.(sebuah ilmu : pengejawantahan secara kritis ajaran moral yang dipakai).

Mengapa Etika Bisnis Diperlukan ?
1. Para Pelaku Bisnis dituntut Profesional
2. Persaingan semakin tinggi
3. Kepuasan konsumen faktor utama
4. Perusahaan dapat dipercaya dalam jangka panjang
5. Mencegah jangan sampai dikenakan sanksi-sanksi pemerintah pada akhirnya mengambil keputusan.

Sikap Bisnis Ditunjukan Dalam Hal
-Intergrity : Bertindak jujur & benar
-Manner : Tidak Egois
-Personality : Kepribadian
-Aparance : Penampilan
-Consideration : Memahami sudut pandang lain dalam berfikir selama berbicara.

Etika Bisnis Dlm Penggunaan Hak Milik Intelektual :
1.Hak Cipta : Pencipta / penerima hak untuk mengumumkan ciptaannya.
2.Hak Paten : Negara ; penemuan teknologi
3.Hak Merek : Tanda , gambar, tulisan, pembeda barang & jasa.
Bisnis ; “Business” ; Kegiatan Usaha.
Bisnis ; Kegiatan yang bertujuan mengutamakan keuntungan dengan memperhitungkan rugi laba, mengutamakan What I Have To Get , Not What I have To Do.

Kegiatan Bisnis Di Kelompokan Dalam 3 Bidang :
1.Kegiatan Perdagangan : jual-beli
2.Bisnis dalam arti kegiatan industri
3.Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa.
Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral.
Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut.
Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi.
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).
Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.
Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.
”Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah pada kasus Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi,”.
Kasus lainnya, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. ”Oleh karena itu perilaku etis perlu dibudayakan melalui proses internalisasi budaya secara top down agar perusahaan tetap survive dan dapat meningkatkan kinerja keuangannya,”.
Pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik secara simultan sebesar 65%. Secara parsial pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik masing-masing sebesar 26,01% dan 32,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa komninasi penerapan etika dan budaya dapat meningkatkan pengaruh terhadap orientasi strategik. ”Hendaknya perusahaan membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Salah satu persyaratan bagi penerapan orientasi strategik yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko adalah budaya perusahaan yang mendukung,”.
Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya transparansi antara lain:
1. Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.
2. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
3. Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
4. Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku organisasi.
Sumber : www.google.com

Selasa, 05 Oktober 2010

Etika Profesi Akuntansi SPAP

Standard Auditing Internasional ( ISA ) vs Standard Auditing Indonesia ( SPAP )
International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC) sebagai badan pembuat standar auditing dan assurance.

Standar yang diterbitkan oleh IAASB terbagi dalam tiga kategori. Pertama, standar audit dan review informasi keuangan historis. Standar ini terdiri dari dua standar yaitu : International Standard on Auditings (ISAs), dan International Standard on Review Engagement (ISREs). Selanjutnya, untuk membantu penerapan standar auditing, IAASB mengeluarkan International Auditing Practice Statement (IAPSs). IAPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis di dalam menerapkan standar auditing. Dan untuk penerapan standar review, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan batuan praktisnya. Pedoman ini diberi nama International Review Engagement Practice Statement (IREPSs).
Kategori kedua, standar untuk penugasan assurance selain audit atau review laporan keuangan historis. Untuk kategori kedua ini, IAASB mengeluarkan International Standard Assurance Engagements (ISAEs). Dan untuk penerapan lebih praktisnya, IAASB telah menerbitkan International Assurance Engagement Practice Statements (IAEPS). IAEPS ini merupakan pedoman interpretasi dan bantuan praktis didalam menerapkan standar assurance.
Kategori terakhir adalah standar untuk jasa lainnya. Untuk kategori ketiga ini, IAASB menerbitkan International Standard on Related Services (ISRSs). Standar ini harus diterapkan pada penugasan kompilasi, pengolahan informasi, dan jasa penugasan lain. Untuk penerapannya, IAASB juga telah mengeluarkan pedoman interpretasi dan bantuan praktis yang diberi nama International Related Service Practice Statements (IRSPSs).
Selain mengeluarkan standar untuk pekerjaan auditor, IAASB juga mengeluarkan standar untuk memberikan mutu pelayanan yang baik. Standar ini dinamakan International Standard on Qualitiy Controls (ISQCSs).
Di Indonesia, sebelum terbentuknya Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), standar auditing ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Setelah terbentuknya IAPI yang secara resmi diterima sebagai anggota asosiasi yang pertama oleh IAI pada tanggal 4 Juni 2007 serta diakui oleh pemerintah RI sebagai organisasi profesi akuntan publik yang berwenang melaksanakan ujian sertifikasi akuntan publik, penyusunan dan penerbitan standar profesional dan etika akuntan publik, serta menyelenggarakan program pendidikan berkelanjutan bagi seluruh akuntan publik di Indonesia melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 pada tanggal 5 Pebruari 2008, selanjutnya standar auditing berupa Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) disusun dan diterbitkan oleh IAPI.

SPAP merupakan kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan standar teknis yang dikodifikasi dalam SPAP terdiri dari :
1. Pernyataan Standar Auditing
2. Pernyataan Standar Atestasi
3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
4. Pernyataan Jasa Konsultasi
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
Sedangkan aturan etika yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu pada standar auditing dari Amerika. SPAP ini membagi standar auditing menjadi tiga bagian utama yaitu Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan.
Sedangkan International Standar on Auditing (ISA) tidak membagi standar auditing dengan kategori seperti halnya SPAP. Pada ISA, tidak ada Standar Umum, Standar Pekerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan. Penyajian standar-standar yang ada di ISA sudah mencerminkan proses pengerjaan auditing.

Pendekatan pekerjaan audit di ISA dibagi dalam enam tahap. Tahap pertama dimulai dengan persetujuan penugasan (agreement of engagement). Kemudian, tahap kedua melakukan pengumpulan informasi, pemahaman bisnis dan sistim akuntansi klien, serta penentuan unit yang akan diaudit. Tahap ketiga adalah pengembangan strategi audit. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan access inherent list.
Tahap selanjutnya adalah execute the audit, yaitu mulai melaksanakan audit. Pada saat melaksanakan audit maka akan dilakukan test of control, substantive and analytical procedure dan other substantive procedure. Tahap kelima, mulai membentuk opini. Dan tahap terakhir adalah membuat laporan audit.

Dari keenam tahapan pekerjaan audit yang diatur dalam ISA tersebut sepertinya tidak jauh berbeda dengan pengaturan dalam SPAP yang menjadi pedoman audit bagi KAP di Indonesia. Demikian sedikit gambaran International Standar on Auditing (ISA) yang merupakan standar audit internasional dibandingkan dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang merupakan standar audit yang berlaku di Indonesia.


sumber : www.google.com

Etika Profesi Akuntansi

KODE ETIK IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan terse but terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
• Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan
oleh pemakai jasa
• Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
• Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari
akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
• Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika, (2) Aturan Etika, dan (3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya.
Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

Kepatuhan
Kepatuhan terhadap Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka, tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap anggota yang tidak
menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.


Sumber : www.google.com

Etika Profesi Akuntansi



Nama : Adityo Dwi Wijanarko
Npm :    20207046
Kelas :    4 Eb06


Konsep Etika :
Timbul dan berkembangnya profesi akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Pembahasan
Pengertian etika
  • Menurut Kamus Besar Bhs. Indonesia (1995) Etika adalah Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
  • Etika adalah Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral
  • Menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah Seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”
Dari asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani ‘ethos’ yang berarti adat istiadat/ kebiasaan yang baik Perkembangan etika yaitu Studi tentang kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan, menurut ruang dan waktu yang berbeda, yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada umumnya
2.1.1 Fungsi Etika
1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkanketrampilan intelektual yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme
2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelanggaran Etika :
1. Kebutuhan Individu
2. Tidak Ada Pedoman
3. Perilaku dan Kebiasaan Individu Yang Terakumulasi dan Tak Dikoreksi
4. Lingkungan Yang Tidak Etis
5. Perilaku Dari Komunitas
2.1.3 Sanksi Pelanggaran Etika :
1. Sanksi Sosial
Skala relatif kecil, dipahami sebagai kesalahan yangdapat ‘dimaafkan’
2. Sanksi Hukum
Skala besar, merugikan hak pihak lain.
2.1.4 Jenis-jenis Etika
1. Etika umum yang berisi prinsip serta moral dasar
2. Etika khusus atau etika terapan yang berlaku khusus.
Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika individual dan etika sosial. ·
Etika sosial dibagi menjadi: ·
o Sikap terhadap sesama;
o Etika keluarga
o Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis, dokumentalis, pialang informasi
o Etika politik
o Etika lingkungan hidupserta
o Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.
2.2 Perilaku Etika dalam Bisnis
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat diatasi.
a. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin “kabur” (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling “menindas” agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-”bisnis”. Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber “moral”, dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah
tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang “kondusif” harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada “oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan” demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti “proteksi” terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.

sumber : www.google.com